Tuesday, August 2, 2011

Materi Dhamma class Bab 7 Upacara Dalam Agama Buddha


Upacara Dalam Agama Buddha

I.  Pengertian Upacara

*Menurut ajaran Buddha upacara adalah suatu cetusan atau sikap batin terhadap sesuatu keadaan atau perisitiwa.
*Menurut kamusbahasaindonesia.org  ialah 3) perbuatan atau perayaan yg dilakukan atau diadakan sehubungan dng peristiwa penting (spt pelantikan pejabat, pembukaan gedung baru).
Upacara = Kebiasaan / Ritual
·         Bentuk upacara dapat disesuaikan dengan:
Keadaan, zaman, alam, suasana, selera, cara berfikir sipelaksana, dll
·         Upacara Buddhis merupakan manifestasi dari penghormatan kita terhadap TIRATANA dengan didasari pengertian benar ( kea rah pengikisan lobha, dosa, dan moha) dan tidak menyimpang dari Buddha Dhamma.
II.   Sejarah Upacara dalam Agama Buddha

1.       Sang Buddha tidak mengajarkan bentuk upacara apa pun seperti Waisak, Asadha, Kathina, Magha Puja, tetapi Buddha hany amengajarkan Dhamma kea rah pengikisan lobha, dosa, dan, moha yang menuju ke tujuan hidup kita yaitu Nibbana.
2.       Sang Buddha memberika wewenang  kepada siswa-siswaNya untuk dapat menhbiskan calon bhikkhu menjadi bhikkhu. Dengan syarat: mencukur rambut, kumis, dan jenggot, mengenakan jubah kuning, duduk bersimpuh lutut dan bersikap anjali, mengucapkan Tisarana.
3.       Pada waktu itu siswa-siswa Buddha sering melakukan kebiasaan (vattha) yang meliputi:
a.       Merawat Buddha, membersihkan ruangan, mengantar air untuk mnum Buddha, dll
b.      Mendengarkan khotbah (sutta) dari Sang Buddha
c.       Hari Uposattha para bhikkhu mengulangi Patimokkha
d.      Melatih Sila, Samadhi, dan Pañña
Sesudah Sang Buddha wafat (Parinibbana), siapakah yang harus dilayani? Siswa-siswa Beliau tetap menjalan vattha tersebut.
III.                Menjadi Bentuk Upacara

Kebaktian, Upacara besar keagamaan.
Upacara akan membawa atau memberikan berkah apabila ditujukan dengan:
a.       Obyek yang benar-benar tepat/patut
b.      Di dasari pengertian benar (Samma Ditthi)
c.       Benar-benar terbebas dari ketakhyulan, ketakutan, kedunguan, ketidaktahuan, dan pandangan sesat
Upacara menurut bahasa Pali ialah (Puja yang berarti penghormatan)

IV.                Bentuk UPacara (Puja)
Upacara dalam agama Buddha terdiri dari 2 bentuk:
1.       Amisa Puja
Penghormatan dengan Materi.

*Hal ini diterangkan dalam kitab Mangalatthadipani ada 4 hal yang harus diperhatikan yaitu:
a.       Sakkara (memberikan penghormatan berupa materi antara lain: lilin, dupa, dan bunga
b.      Garukara (merenungkan nilai-nilai luhur dari obyek penghormatan
c.       Manana (memperlihatkan keyakinan berlandaskan pengertian benar yang mantap
d.      Vandana (menguncarkan melalui kata-kata suatu ungkapan penghormatan atau penghormatan ke 5 titik. (Pubbabhaganamakara yaitu Penghormatan awal)

*Ada 3 hal yang harus diperatikan dalam amisa puja:
a.       Vatthu Sampada (kesempurnaan materi)
b.      Cetana Sampada (kesempurnaan kehendak)
c.       Dakkhineyya Sampada (kesempurnaan obyek penghormatan)

2.       Patipati Puja
Adalah penghormatan dalam bentuk praktik Dhamma.
Menurut kitab Paramathajotika, praktik yang dimaksud :
a.       Berlindung kepada Tiratana (mengokohkan keyakinan)
b.      Bertekad melatih Pancasila Buddhist, Uposatha melatih 8 sila
c.       Menjalankan Parisuddhi Sila (khusus bhikkhu/bhikkhuni)
*Pengendalian tata tertib (Patimokkha Samvara)
*Pengendalian 6 indera (Indriya Samvara)
*Penghidupan Benar (Ajiva Parisuddhi)
*Pemenuhan kebutuhan hidup yang layak (Paccaya Sanissita)
*Kekayaan seorang bhikkhu dan bikkhuni ialah Sila, Samadhi, dan, Pañña.

Mana yang lebih unggul antara Amisa Puja atau Patipatti Puja? 

Materi Dhamma class ini dikupas oleh Dhamma Study Group Bogor pengajar Doddy Herwidanto., S.Ag., MA. 

Monday, August 1, 2011

Materi Dhamma class Bab 6 Buddha Parisaddho

BUDDHO PARISADDHO
(Kemasyarakatan Umat Buddha)

I.                    Susunan Masyarakat Buddhis
a.       Skema (menyusul)
b.       Dari sudut pandang kelembagaan masyarakat buddhis terdiri dari 2 kelompok (parissa). Hal ini dijelaskan dalam Anguttara Nikaya III, 178 sebagai berikut:
1.       Kelompok masyarakat yang meninggalkan hidup keduniawian (bhikkhu/bhikkhuni Parissa)
2.       Kelompok masyarakat awam yang hidup berumah tangga atau duniawi (Upasaka-Upasika Parissa)
c.      Kemasyarakatan umat Buddha bukanlah sistem kasta tetapi di dasarkan pada kedudukan sosial masing-masing

II.                    Upasaka-Upasika
a.       Pengertian Upasaka-Upasika
Seperti yang telah dijelaskan di atas Upasaka-Upasika ialah penganut ajaran Buddha yang mempraktikkan 5-8 sila. Untuk laki-laki disebut Upasaka, untuk wanita disebut Upasika. Ada pula pengertian Upasaka-Upasika secara harfiah ialah siswa-siswi yang berjubah putih yang duduk di dekat guru. Hal ini berkenaan dengan mimpi Petapa Gotama di Hutan Uruvela pada saat menjelang pencerahanNya sewaktu masih menjadi seorang Bodhisatta.
b.      Syarat-syarat menjadi Upasaka-Upasika
Untuk menjadi Upasaka-Upasika dengan baik tergolong menjadi 2:
1.       Visudhi secara formal
Seseorang yang ingin menjadi Upasaka-Upasika haruslah datang ke vihara mempelajari ajaran Buddha. Setelah mengerti Dhamma lalu mendaftarkan diri untuk di visudhi oleh bhikkhu/pandita. Pada hari yang disepakati calon Upasaka-Upasika datang ke vihara untuk menerima Tisarana (Tiga Perlindungan). Bhikkhu/Pandita memberikan tekad 5 sila untuk di jalankan agar mendapatkan kebahagiaan duniawi dan kebahagiaan sejati. Setelah itu Bhikkhu/Pandita memberikan pemberkahan serta nama buddhis. Sejak saat itu Upasaka dan Upasika baru mulai mempraktikkan 5-8 sila setiap harinya.
2.       Visudhi secara alamiah
Sesungguhnya apabila seseorang laki-laki maupun wanita mengerti dengan benar tentang Tiratana dan mereka mempraktikkan 5-8 sila. Ia sebenarnya telah menjadi Upasaka-Upasika.
c.       Atthanga Sila
Delapan Sila atau Atthanga Sila merupakan praktik latihan disiplin diri. Ada sebagaian Upasaka-Upasika seumur hidupnya mempraktikkan 8 sila, ada juga yang hanya mempraktikkan 8 sila pada hari tertentu di tanggal 1, 8 15, 22/23 atau 2X sebulan pada waktu bulan gelap dan bulan terang di hari Uposattha.
Uposattha berarti “masuk untuk diam” yang berarti kepatuhan kepada sila. Delapan Peraturan yang terdapat dalam Atthanga Sila, antara lain:
1.       Pannatipata veramani sikkhapadam samadiyami
Aku bertekad akan melatih diri menghindari membunuh makhluk hidup
2.       Adinnadana veramani sikkhapadam samadiyami
Aku bertekad akan melatih diri menghindari mengambil barang yang tidak diberikan
3.       Abrahmacariya veramani sikkhapadam samadiyami
Aku bertekad akan melatih diri menghindari berbuat asusila (hubungan kelamin)
4.       Musavada veramani sikkhapadam samadiyami
Aku bertekad akan melatih diri menghindari berkata bohong
5.       Surameraya majjhapamadatthana veramani sikkhapadam samadiyami
Aku bertekad akan melatih diri menghindari segala minuman yang dapat menyebabkan lemahnya kewaspadaan
6.       Vikala bhojana veramani sikkhapadam samadiyami
Aku bertekad akan melatih diri menghindari makan makanan pada waktu yang salah (setelah jam 12 siang)
7.       Naccagitavadita visukadassana, malagandhavilepanna dharanamandana vibhusanatthana veramani sikkhapadam samadiyami
Aku bertekad akan melatih diri menghindari menari, menyanyi, bermain music, dan melihat pertunjukkan, memakai kalungan bunga, perhiasan, wangi-wangian dan kosmetik untuk menghiasi dan mempercantik diri
8.       Ucca sayana mahasayana veramani sikkhapadam samadiyami
Aku bertekad akan melatih diri menghindari penggunaan tempat tidur dan tempat duduk yang tinggi dan mewah

d.      Pandita
*Pandita memiliki 2 pengertian:
1.       Pandita dalam bahasa Pali adalah ‘Orang Bijaksana yang biasanya disebut Pandit
2.       Pandita dalam pengertian, orang yang dilantik dalam organisasi Buddhis sebagai pemimpin agama Buddha dalam hal umat perumah tangga. Pandita dalam agama Buddha disebut Upasaka & Upasika. Sebutan untuk Pandita laki-laki ialah Romo yang artinya Bapak. Sebutan untuk Pandita wanita ialah Ramani yang artinya Ibu. Pandita dalam organisasi Buddhis terdiri dari 2 jenis yaitu: Pandita yang bertugas memimpin upacara dalam agama Buddha disebut Pandita Lokapalasraya dan Pandita yang memberikan wejangan Dhamma disebut Pandita Dhammaduta.
3.       Pandita dalam oraganisasi Buddhis terdiri dari 3 tingkatan yaitu:
a.       Pandita Muda (PMd) yaitu Navaka Pandita
b.      Pandita Menengah (PMy) yaitu Pandita Madya
c.       Pandita Tinggi (Pdt) yaitu Maha Pandita)

III.                    Samanera – Samaneri
a.       Pengertian Samanera dan Samaneri ialah anak pertapa.
Akar katanya Samana dan Nera. Samana berarti pertapa dan nera ialah putra. Samanera artinya Anak pertapa. Samanera (laki-laki) dan Samaneri (wanita). Samanera di zaman Buddha Gotama ialah Pangeran Rahula yang merupakan anak dari Pangeran Siddharta putri Yasodhara.
b.      Syarat-syarat menjadi Samanera dan Samaneri
1.       Mencukur rambut, alis, kumis, dan jenggot
2.       Memiliki jubah, mangkuk dan wali/sponsor
3.       Duduk bertumpu lutut dan beranjali mengucapkan Tisarana
4.       Tidak memiliki hutang atau dalam penyelesaian masalah
5.       Memiliki izin dari orang tua atau wali
6.       Tidak cacat mental/tubuh
c.       Sila yang harus dijalankan oleh Samanera dan Samaneri
Beberapa peraturan yang harus dijalankan oleh seorang Samanera/Samaneri, antara lain: Dasa Sila (10 sila), 75 sekkhiyya Dhamma, 15 peraturan tambahan. Jadi terdapat 100 peraturan yang akan dijalankan oleh seorang Samanera dan Samaneri.

IV.                  Bhikkhu
a.       Pengertian Bhikkhu
Bhikkhu berarti pengemis secara arti katanya. Namun pengemis yang memiliki moralitas dan kualitas batin yang tinggi.
b.      Syarat-syarat menjadi bhikkhu/penahbisan bhikkhu
1.       Melalui upacara pentahbisan atau penerimaan seseorang menjadi bhikkhu yang disebut Upsampada. Ada 3 macam upasampada yaitu:
i.         Ehi Bhikkhu Upasampada
Upasampada ini dilakukan oleh Sang Buddha langsung dengan cara memanggil calon bhikkhu dengan sebutan ‘Ehi Bhikkhu’ yang artinya “Kemarilah Bhikkhu”. Dalam Vinaya Pitaka I.12 lengkapnya berbunyi: “Ehi Bhikkhu, svakkhato dhammo cara brahmacariyam samma ukkhassa antakiriyaya’ti artinya: Marilah bhikkhu, Dhamma telah diajarkan dengan sempurna jalanilah cara hidup suci untuk mengakhiri seluruh dukkha.
ii.       Tisaranagamana Upasampada
Cara ini dipakai oleh murid-murid Sang Buddha sebagai penahbis (upajjhaya) untuk menahbiskan calon bhikkhu. Calon bhikkhu mengulang ucapan kata-kata tersebut: “Kepada Buddha, Dhamma, dan Sangha sebagai pelindungku, aku pergi berlindung (Vinaya Pitaka I.21). Upasampada ini sekarang dilakukan untuk menahbiskan seseorang menjadi samanera.
iii.      Ñatticattutthakamma Upasampada
Sang Buddha telah berhenti melakukan pentahbisan dan para bhikkhu pribadipun telah berhenti melakukan pentahbisan. Lalu Sang Buddha memberikan izin atau wewenang kepada Sangha untuk mentahbiskan seseorang menjadi seorang bhikkhu dengan ketentuan:
*Calon bhikkhu berumur lebih dari 20 tahun, tidak cacat fisik dan mental, tidak dalam proses pengadilan atau hutang piutang.
*Sangha yang mentahbis minimal 4 orang bhikkhu Thera (Cattuvagga) atau pun dapat lebih dari 4 orang, antara lain: 10 bhikkhu Thera (Dasa Vagga), 5 Thera (Panca Vagga), dan 20 orang Thera (Visati Vagga).
*Ditahbis di dalam garis Sima (batas-batas yang telah ditentukan).
*Seorang guru (Acariya) mengusulkan calon bhikkhu agar ditahbiskan kemudian menyusul 3X pertanyaan yang menerangkan dan mempertahankan usul pertama, diajukan kepada Sangha untuk disetujui.
*Setelah disetujui oleh para bhikkhu peserta, penahbisan baru dapat dilaksanakan.
c. Empat syarat yang harus dipenuhi untuk pelaksanaan upasampada yang dilakukan oleh Sangha
        1. Kesempurnaan materi (Vatthu Sampatti)
        2. Kesempurnaan Pesamuan (Parissa Sampatti)
        3. Kesempurnaan Batas (Sima Sampatti)
        4. Kesempurnaan Pernyataan (Kammavaca Sampatti)
d. Tingkatan dalam kebhikkhuan
1. Navaka Bhikkhu (1-6 tahun umur kebhikkhuan)
2. Majjhima Bhikkhu (6-9 tahun umur kebhikkhuan)
3. Thera (10 tahun lebih umur kebhikkhuan)
Di zaman Buddha, untuk sebutan Thera merupakan sebutan untuk siswa-siswa Buddha, yang telah meraih kesucian tertinggi yaitu Arahat. Karena kata Thera berarti “Sesepuh.”

e. Peraturan latihan (sila) yang harus dilaksanakn oleh bhikkhu
Para bhikkhu menjalankan/mempraktikkan Patimokkha setiap harinya, yaitu: Parajika 4, Sanghadisesa 13, Aniyata 2, Nissagiya Pacittiya 30, Suddhika Paccittiya 92, Patidesaniya 4, Sekhiyavatta 75, Adhikarana Samatha 7.
f.        Pelanggaran atas peraturan latihan (apatti)
1.       Atekiccha (Incurable)
Pelanggaran yang tidak dapat diperbaiki yang menyebabkan seorang bhikkhu terkalahkan dan harus keluar dari kebhikkhuan (lepas jubah) dan tidak dapat ditahbiskan lagi menjadi seorang bhikkhu. Hal ini merupakan pelanggaran berat (garukapatti) yang melanggar parajika 4
2.       Satekiccha (Curable)
Pelanggaran yang dapat diperbaiki  terdiri dari 2 jenis, antara lain:
i.      Majjhimapatti (pelanggaran sedang)
Melanggar Sanghadisesa 13, cara memperbaikinya dengan:
Mengakui kesalahannya dihadapan Sangha (20 bhikkhu) dan melakukan manatta (mawas diri 6 malam penuh di tempat tersendiri) selanjutnya direhabilitasi oleh Sangha (20 bhikkhu)
ii.    Lahukapatti (pelanggaran ringan)
Melanggar Thullacaya, Pacittiya, Patidesaniya, Dukkata, Dubbasita untuk membersihkannya dengan cara mengakui kesalahannya dihadapan 1 orang bhikkhu atau lebih dan mempunyai kategori berbeda-beda dari yang lebih berat sampai yang paling ringan.
3.       Tidak termasuk apatti apabila baru muncul dalam pikira. Misalnya hany berpikir “saya akan melakukan ini dan itu”. Ini tidak termasuk pelanggaran peraturan latihan dan tidak dianggap sebagai usaha untuk melanggar.
g.       Empat macam kesucian moral bhikkhu
1.       Patimokkha Samvara Sila
Moralitas yang terdiri dari menahan diri berkenaan dengan tata tertib bhikkhu yang berjumlah 227 sila patimokkha
2.       Indriya Samvara Sila
Moralitas yang terdiri dari menahan diri atas indriyanya
3.       Ajiva Parisuddhi Sila
Moralitas yang terdiri atas kesucian penghidupan
4.       Paccaya Sannissita Sila
Moralitas yang berkenaan dengan 4 macam kebutuhan pokok bhikkhu
h.      Vinaya
1.       Buddhapaññati
Ketetapan Sang Buddha di dalam peraturan dan hokum untuk mengendalikan sikap para bhikkhu dalam hal pembinaan. Untuk mencegah kelakuan yang salah dan memperingati para bhikkhu akan pelanggaran yang mungkin dilakukan, bahwa yang ini adalah pelanggaran berat, yang itu ringan.
2.       Abhisamacara
Sebagai “Ayah Sangha”, Sang Buddha menyusun tingkah kebiasaan yang baik untuk mendorong para bhikkhu bersikap tepat, seperti seorang ayah terhormat mendidik anak-anaknya untuk mengikuti tradisi mereka.
                                Vinaya ditetapkan menurut sebab yang disebut ‘nidana’ (asal mula) dan ‘pakarana’ (cerita); tidak ditetapkan sebelumnya tanpa suatu sebab yang menimbulkannya.
I.     Kebutuhan pokok dan hak milik bhikkhu
1.       Terdapat 4 kebutuhan pokok bhikkhu yaitu: makan, jubah, tempat tinggal dan obat-obatan.
2.       Secara khusus dinyatakan dalam apanidhanasikkhapada, surapanavagga ke 10 dalam pacittiya, bahwa benda-benda yang menjadi perlengkapan bhikkhu adalah sebuah mangkuk, 3 jubah, 1 buah nisidana (kain untuk duduk) kotak jarum jahit, dan ikat pinggang, saringan air. Kebutuhan ini bertambah dengan berlalunya waktu.
H.   Penjelasan tambahan
1.       Makanan
i.         Para bhikkhu, bhikkhuni, samanera, samaneri dapat makan apabila pagi hari ketika cahaya sudah cukup terang untuk melihat garis pada telapak tangan dan berakhir pada tengah hari
ii.       Pembatasan dalam makan yang dimakan. Umat viharawan dapat menyantap makanan atau pun 2 kali dalam sehari. Untuk makanan daging, seorang bhikkhu boleh menyantap daging dengan 3 syarat: Ia tidak melihat pembunuhannnya, mendengar pembunuhannya atau tahu bahwa hewan itu dibunuh untuk dirinya. Ada pun beberapa daging yang tidak di makan antara lain: manusia, anjing, gajah, kuda, harimau, ular, beruang, hyaena, buaya, phanter
iii.      Cara memperoleh makanan. Seorang bhikkhu dapat menerima makanan dengan cara berpindapatta. Dapat pula ia menerima dana persembahan dana dari umat yang dating ke vihara. Untuk samanera harus dipisahkan makanannya dari bhikkhu. Hidangan dari umat harus diberikan secara formal. Setelah bersantap seorang memberikan syair keberkahan.
iv.     Minuman yang tidak boleh diminum. Seorang bhikkhu tidak boleh minum-minuman yang disuling atau diragi. Sebelum tengah hari kita dapat mempersembahkan minuman berupa susu, telur, kacang-kacangan, atau sup kecuali telah lewat tengah hari. The , kopi, coklat (tanpa susu), juice buah yang disaring, dan soft drink dapat diminum pada waktu sore dan malam hari.
v.       Bahan-bahan mangkuk, kotak jarum, dan saringan air. Mangkuk tidak boleh terbuat dari emas, perak, permata, tembaga, kayu. Kotak jarum tidak boleh terbuat dari tulang, gading, atau tanduk hanya boleh dari kayu dan logam. Saringan air dibuat dari sepotong kain. Seorang bhikkhu biasanya harus membawa saringan air pada saat melakukan perjalanan ½ yojana ( 1 yojana= 10 mil/16 km).
2.       Jubah
Jubha bhikkhu disebut civara yang terdiri dari atas 3 bagian: Sanghati (jubah luar), Uttarasanga (jubah atas yg di dalam) dan antaravasaka (jubah bawah yang didalam). Calon bhikkhu harus memiliki 1 set jubah untuk di upasampada. Warna jubah kuning kecoklatan. Civara dijahit menurut pola sawah di Magadha yang diajukan oleh Yang Ariya Ananda. Jubah harus diberi tanda khusus.
Pola jubah luar bhikkhu dilihat dari sebelah dalam.
 









Keterangan:
1.             Atthamandala Giveyyaka
2.             Mandala Vivatta
3.             Atthamandala Jangheyyaka
4.             Mandala Anuvivatta
5.             Atthamandala Bahanta
6.             Mandala Anuvivatta
7.             Atthakusi
8.             Kusi
9.             Anuvata
10.         Loops
11.         tags

1.       Tempat tinggal
Umumnya para bhikkhu tinggal di vihara. Namun para bhikkhu dapat tinggal di rumah umat dalam waktu 3 hari berturut-turut. Setelah itu ia harus meninggalkan tempat tersebut. Namun apabila ia masih ingin tinggal di tempat tersebut ia harus meninggalkan tempat tersebut selama 1 hari 1 malam, setelah 3 hari, bersama dengan umat awam atau mereka yang belum penuh ditahbis (samanera).
2.       Penghormatan
a.       Vandana (berlutut menunjukkan penghormatan dengan 5 titik yaitu dahi0kedua telapak tangan bawah-kedua lutut)
b.      Utthana (berdiri untuk menyambut)
c.       Anjali (merangkapkan kedua telapak tangan untuk menghormat)
d.      Samicikamma (cara-cara lain yang baik dan terpuji untuk menunjukkan kerendahan hati)
3.       Uposattha
Apabila dihari uposattha terdapat 4 orang bhikkhu atau lebih maka mereka dapat melakukan pemurnian sila. Bila hanya 1 orang maka ia dapat bertekad di dalam hatinya saja. Bila di vihara terdapat sebuah bangunan untuk uposattha sekitar 21 orang bhikkhu, tempat tersebut dinamakan uposatthagara atau Sima.
4.       Vassa
Vassa adalah menetap di asuatu tempat untuk melatih sila-samadhi-pañña. Orang-orang dizaman dahulu terbiasa untuk tidak bepergian selama musim hujan. Karena jalanan berlumpur dan kondisinya tidak cocok untuk bepergian. Apabila terpaksa pergi maka seorang bhikkhu tidak boleh lebih dari 7 hari meninggalkan tempat vassa. Bila terlampaui maka vassa bhikkhu tersebut gagal. Beberapa hal / alasan seorang bhikkhu terpaksa pergi :
i.         Jika teman Dhamma (bhikkhu dan samanera) atau ibu dan ayah sakit, maka seorang bhikkhu dapat pergi untuk merawatnya
ii.       Jika teman Dhamma ingin lepas jubah (karena godaan seksual) maka seorang bhikkhu dapat pergi untuk memadamkan keinginan tersebut
iii.      Jika terdapat beberapa tugas dari Sangha yang harus dikerjakan seperti kerusakan vihara, maka seorang bhikkhu dapat pergi untuk mencari bahan guna perbaikan
iv.     Jika donator ingin bhikkhu meningkatkan kebajikan mereka (kusala) dan mengundang bhikkhu, maka seorang bhikkhu dapat pergi untuk mendukung keyakinan mereka.

5.       Jenis-jenis bhikkhu dalam Cunda Sutta
       a. Navaka Bhikkhu (Bhikkhu yang pentahbisannya telah berumur 0 - 5 tahun)
       b. Majjhima Bhikkhu (Bhikkhu yang pentahbisannya telah berumur 6 - 9 tahun)
       c. Thera (Bhikkhu yang pentahbisannya telah berumur 10 - 19 tahun)
       d. Maha Thera (Bhikkhu yang pentahbisannya telah berumur 20 tahun - wafat)

I.   Bhikkhuni
1.       Pengertian bhikkhuni
2.       Riwayat terbentuknya Sangha Bhikkhuni
3.       Pentahbisan Bhikkhuni
4.       Sila yang harus dilaksanakan oleh bhikkhuni
5.       Penjelasan tambahan:
i.            Parajika untuk bhikkhuni
ii.          Manatta untuk Bhikkhuni
iii.         Jubah untuk Bhikkhuni

J.     Hubungan bhikkhu dangan umat
K.     Otoritas tertinggi dalam agama Buddha


Materi Dhammaclass ini dipelajari oleh Ali Sasana Putra di Dhamma Study Group Bogor. Pengajar Doddy Herwidanto, S.Ag., MA.